"Your time is limited, so don't waste it living someone else's life. Don't be trapped by dogma - which is living with the results of other peoples's thinking. Don't let the noise of other's opinions drown out your own inner voice. And most important, have the courage to follow your heart and intuition. They somehow already know what you truly want to become. Everything else is secondary," demikian ucap Steve Jobs, pendiri Apple Computer dalam sebuah pidatonya.
[Waktu yang kamu miliki terbatas, jadi jangan menyia-nyiakannya, dengan hidup di dalam kehidupan orang lain. Jangan pula terjebak dalam dogma yang ada, yaitu hidup dengan hasil pemikiran orang lain. Dan, jangan biarkan opini-opini orang lain menenggelamkan suara hatimu. Dan yang lebih penting, miliki keberanian untuk mengikuti suara hati dan intuisimu. Keduanya, entah bagaimana, tahu apa yang kamu cita-citakan. Yang lainnya, adalah nomor dua.]
Cuplikan pidato dari seorang yang pernah divonis akan segera mati karena penyakit ganas yang dideritanya ini adalah gambaran bagaimana suara hati, bisa sangat menentukan masa depan seorang entrepreneur.
Keberanian mengikuti suara hati dan intuisi memang kadang butuh pengorbanan yang sangat besar. Diremehkan, dicaci, hanyalah satu dari sekian pilihan buruk yang mungkin terjadi pada orang-orang yang berani melawan arus. Jika mengutip apa yang diucapkan Steve Jobs, maka hanya orang-orang yang beranilah yang mampu menepis anggapan miring tentang apa yang dilakukan. Dan, ini berlaku juga di dunia entrepreneurship.
Dalam skala nasional, hal ini pernah dialami oleh Tirto Utomo. Sang pendiri Aqua - merek yang kini merajai air minum dalam kemasan-pada waktu hendak menerjuni usahanya.
Saat itu, tak terhitung berapa banyak yang menyangsikan keseriusannya berbisnis air minum. "Mana ada air lebih mahal daripada bensin bisa laku?" cibir banyak pihak yang meremehkan kala itu. Namun, waktu membuktikan bahwa pilihan Tirto Utomo tak salah. Aqua mampu menjelma menjadi merek air minum paling laris di Indonesia.
Hal senada dialami pula oleh Sosrodjojo, sang pelopor teh dalam kemasan botol, Sosro. Ketika akan membuat teh botol, banyak yang meragukan idenya dan bahkan ada yang mengecapnya gila. Tapi, ia bergeming dengan ide tersebut. Sejarah mencatat, Sosro menjadi merek yang melegenda hingga kini. Inilah gambaran betapa mengikuti suara hati ternyata merupakan pilihan yang (bisa) berbuah manis.
Suara Hati, Lentera Jiwa
Lantas, bagaimana sebenarnya kontek panggilan suara hati ini dalam dunia entrepreneurship? Sejarah mencatat beberapa orang sukses dalam mengikuti suara hatinya. Sang taipan pendiri Microsoft Bill Gates memilih mengikuti panggilan jiwanya, dan kemudian meninggalkan bangku kuliahnya di Harvard, untuk mengembangkan Microsoft.
Namun, jika ditilik dari apa yang dilakukan oleh para entrepreneur sukses tersebut, sebenarnya bukan melulu masalah panggilan jiwa yang menjadikan mereka sukses. Keyakinan dan komitmen kuat atas apa yang mereka lakukan yang telah membuka jalan sukses tersebut. Dalam hal ini, maka suara hati telah menjadi pendorong yang sangat kuat sehingga mereka mampu berjuang habis-habisan untuk mencapai impiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar