Senin, 24 Mei 2010

Berani Saja Tidak Cukup

Penulis : Agoeng Widyatmoko


Dalam beberapa kali seminar soal kewirausahaan, saya sering mendengar orang yang berkata bahwa modal utama usaha adalah keberanian alias kenekadan. Karena mendapat masukan semacam itu, otak saya pun terpacu untuk menjalankan berbagai usaha, dari sejak saya sekolah menengah atas (SMA), kuliah, dan bahkan ketika bekerja pada sebuah institusi. Usaha saya kala itu memang tergolong mikro. Skalanya memang tak besar. Tapi, modal yang saya keluarkan untuk beberapa usaha tersebut, dari jualan jam tangan, jualan aneka aksesoris, buka pengetikan komputer, broker cetakan, hingga event organizing (EO) tetap saja ukurannya cukup besar untuk kantong saya saat itu.

Asal berani dan asal ada peluang, saya pasti akan langsung maju dengan modal yang saya miliki. Hasilnya? Secara hitung-hitungan angka sangat tidak memuaskan. Tapi, secara hitung-hitungan "modal masa depan", saya merasa tak rugi sama sekali. Tapi, sebagai manusia biasa, siapa sih yang tidak kecewa modal hilang begitu saja? Herannya, entah kenapa, suatu ketika seorang teman menawarkan sebuah peluang bisnis, karena di mata saya usaha itu cukup berprospek, tanpa memikir lagi saya invest modal saya. Dan, lagi-lagi saya kejeblos. Modal tak balik seperti harapan.

Tapi, anehnya, keberanian membuka usaha itu tak pernah surut. Hanya saja, kali ini saya lebih memakai perhitungan berdasar pengalaman. Hasilnya beberapa memang mulai menunjukkan grafik kenaikan. Meskipun, proses jatuh bangun it uterus saya alami.

Nah, berangkat dari pengalaman tersebut, saya hanya ingin berbagi. Jika setuju, silakan dipakai cara saya, kalaupun tidak, semua itu adalah hak Anda. Berbagai pengalaman tersebut membuat saya menyimpulkan beberapa hal berikut:

  1. Berani butuh kekuatan mental

    Jika tidak kuat mental dan tahan banting, jangan asal berani. Nekad alias berani kalau hasilnya tak sesuai harapan, akan sangat menyakitkan. Maka, hanya bagi yang kuat mental sajalah yang saya anjurkan untuk mengambil langkah berani ini. Tapi, bukan berarti nekad menjadi satu hal yang salah. Melainkan, nekadlah dengan perhitungan. Yang saya maksud penuh perhitungan di sini adalah saat berpikir ada peluang, jika punya kemampuan dan kemauan kuat, segera ambil tindakan (action). Sebab, kalau tanpa tindakan, sebagus apapun rencana, hanya akan tinggal harapan. Jadi, yang dihitung bukan soal kemungkinan untung rugi dan balik modalnya, melainkan asal punya keyakinan kuat tentang sebuah peluang, daripada hanya berhenti sebagai ide, kenapa tidak segera dieksekusi.

    Tapi, kembali ke soal keberanian, perhitungan kita pun masih bisa meleset. Karena itulah, kembali ke soal mental. Hanya yang punya bekal mental tahan bantinglah yang akan berhasil melewati berbagai ujian di depan.
  2. Berani butuh kecerdasan

    Cerdas di sini adalah ketika kita sudah memutuskan terjun ke dunia entrepreneurship, kita harus mampu mengelola aneka sumber daya yang ada. Kadang, saat gagal, kita langsung patah semangat dan tak sadar hadirnya peluang besar di balik kegagalan itu. Padahal, dengan sedikit kejelian (baca: kecerdasan), pasti ada hal positif yang bisa dikerjakan dari kegagalan tersebut. Ini terjadi ketika sekolah penulisan yang saya dirikan bersama beberapa teman mengalami kekurangan murid. Dengan sedikit kejelian, ternyata tim kami justru berhasil meng-create sebuah program yang mendatangkan keuntungan lebih besar dibanding kelas regular pada umumnya.
  3. Berani butuh pengorbanan

    Pengorbanan di sini saya umpamakan dengan para martir di medan perang. Pengorbanan prajurit di barisan paling depan biasanya akan membuka jalan menuju kemenangan. Kalau istilah "kasar" saya, kita butuh "tumbal". Saat hendak menjalankan sebuah bisnis, kadang kita perlu "mengorbankan" salah satu bisnis untuk menjaring bisnis yang lebih besar. Bukankah untuk menangkap ikan besar di laut kita tak bisa hanya menggunakan umpan cacing?

    Cara berbisnis semacam ini lazim adanya. Seperti yang dilakukan oleh peritel besar yang memberikan harga diskon besar untuk satu dua produk yang laris di pasaran. Dengan memotong keuntungan dari produk tersebut, orang akan memunyai image bahwa retailer itu murah. Dengan begitu, meski produk lain lebih mahal, orang tetap merasa produk di sana lebih murah.

Sekali lagi, soal keberanian ini semata bukan hanya urusan nekad. Tapi, perlu juga menggunakan perhitungan yang matang. Jadi, masih nekadkah Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar